Senin, 02 Juni 2014

KESEIMBANGAN EKONOMI TIGA SEKTOR



PEMBAHASAN

Perekonomian tiga sektor adalah perekonomian yang terdiri dari sektor-sektor yang berikut: rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Dengan demikian dalam menganalisis perekonomian tiga sektor pada hakikatnya akan diperhatikan peranan dan pengaruh pemerintah keatas kegiatan dalam sesuatu perekonomian.

Campur tangan pemerintah dalam perekonomian menimbulkan dua perubahan penting dalam proses penentuan keseimbangan pendapatan nasional, yaitu:

Pungutan pajak yang dilakukan pemerintah akan mengurangi pengeluaran agregat melalui penguranga atas konsumsi rumah tangga.

Pajak memungkinkan pemerintah melakukan perbelanjaan dan ini akan menaikkan perbelanjaan- perbelanjaan agregat.

Perubahan-perubahan ini penting pengaruhnya kepada penetuan keseimbangan pendapatan nasional.

Perekonomian tiga sektor disebut juga perekonomian tertutup. Karena ketiadaan perdagangan luar negeri.

Aliran Pendapatan Dan Syarat Keseimbangan

Aliran pendapatan dan pengeluaran

Campur tangan pemerintah dalam perekonomian akan menimbulkan tiga jenis aliran baru dalam sirkulasi aliran pendapatan. Tiga jenis aliran yang baru tersebut adalah :

Pembayaran pajak oleh rumah tangga dan perusahaan kepada pemerintah. Pembayaran pajak tersebut menimbulkan pendapatan kepada pihak pemerintah. Ia merupakan sumber pendapatan pemerintah yang terutama.

Pengeluaran dari sektor pemerintah ke sektor perusahaan. Aliran ini menggambarkan nilai pengeluaran pemerintah keatas barang-barang dan jasa yang diproduksikan oleh sektor perusahaan.

Aliran pendapatan dari sektor pemerintah sektor rumah tangga. Aliran itu timbul sebagai akibat dari pembayaran keatas konsumsi faktor-faktor produksi yang dimiliki sektor rumah tangga oleh pemerintah.

Dengan adanya tiga aliran tersebut corak aliran pendapatan dalam perekonomian tertutup adalah seperti yang ditujukan dalam gambar 5.1. Dari gambar itu dapat dilihat bahwa dalam suatu perekonomian tertutup ciri-ciri pokok dari aliran-aliran pendapatan dan pengeluarannya adalah sebagai berikut:

Gambar 5.1

Sirkulasi aliran pendapatan perekonomian tiga sektor.

Pembayaran oleh sektor perusahaan sekarang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pembayaran kepada sektor rumah tangga sebagai pendapatan kepada faktor-faktor produksi dan pembayaran pajak pendapatan perusahaan kepada pemerintah.

Pendapatan yang diterima rumah tangga sekarang berasal dari dua sumber: dari pembayaran gaji dan upah, sewa, bunga dan utang oleh perusahaan dan dari pembayaran gaji dan upah oleh pemerintah.

Pemerintah menerima pendapatan berupa pajak dari perusahaan dan rumah tangga. Pendapatan tersebut akan digunakan untuk membayar gaji dan upah pegawai-pegawai dan untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa.

Pendapatan yang diterima rumah tangga (Y) akan digunakan untuk memenuhi tiga kebutuhan: membayar dan membiayai pengeluaran konsumsi (C), disimpan sebagai tabungan (S) dan membayar pajak pendapatan rumah tangga (T). Dalam persamaan:

Dalam gambaran tersebut tetap dimisalkan bahwa tabungan rumah tangga dipinjamkan oleh lembaga-lembaga keuangan kepada para pengusaha yang menanam modal.

Pengeluaran agregat (AE) telah menjadi banyak jenisnya, yaitu disamping pengeluaran konsumsi (C) dan investasi (I) sekarang termasuk pula pengeluaran pemerintah (G). Dalam persamaan:

Syarat Keseimbangan

Dalam suatu perekonomian keseimbangan pendapatan nasional akan dicapai apabila: penawaran agregat adalah sama dengan pengeluaran agregat. Keseimbangan ekonomi makro untuk perekonomian tertutup dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan:

Titik E adalah titik keseimbangan ekonomi makro, dimana YD (permintaan negatif agregatif) sama dengan YS (penawaran agregatif). Pada titik E, keluaran riil keseimbangan sebesar YE dan harga barang domestik keseimbangan sebesar P_D^E

Dalam perekonomian yang tidak melakukan perdagangan luar negeri, penawaran agregat adalah sama dengan pendapatan nasionalnya (Y), yaitu sama dengan nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam perekonomian dalam suatu periode tertentu. Pengeluaran agregat atau pengeluaran yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam perekonomian tersebut, meliputi tiga jenis perbelanjaan: konsumsi rumah tangga (C), investasi perusahaan (I) dan pengeluaran pemerintah membeli barang dan jasa (G). Dengan demikian keadaan yang menciptakan keseimbangan dalam perekonomian tiga sektor adalah:

Penawaran agregat = pengeluaran agregat

Atau

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga tersebut akan digunakan untuk tiga tujuan: membiayai konsumsi (C), ditabung (S) dan membayar pajak. Dengan demikian berlaku persamaan:

Dalam keseimbangan berlaku kesamaan berikut: Y = C + I + G sedangkan pada setiap tingkat pendapatan nasional berlaku kesamaan: Y = C + S + T. Dengan demikian pada keseimbangan PN berlaku kesamaan berikut:

Apabila C dikurangi dari setiap ruas maka:

Dalam perekonomian tiga sektor I dan G adalah suntikan kedalam sirkulasi aliran pendapatan, sedangkan S dan T adalah kebocoran. Dalam keseimbangan ekonomi tiga sektor juga berlaku keadaan:

Sebagai kesimpulan dapatlah dirumuskan bahwa dalam perekonomian tiga sektor yang mencalpai keseimbangan akan berlaku keadaan yang berikut:
 
Y = C + I + G dan

I + G = S + T



Jenis-Jenis Pajak

Pajak langsung dan pajak tak langsung

Secara garis besarnya berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah dapat dibedakan kepada dua golongan, yaitu pajak langsung dan pajak tak langsung.

Pajak langsung

Pajak langsung berarti jenis pungutan pemerintah yang secara langsung dikumpulan dari pihak yang wajib membayar pajak.

Pajak tak langsung

Pajak tak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dipindahkan kepada pihak lain. Salah satu jenis pajak tak langsung yang penting adalah pajak impor. Biasanya, pada akhirnya yang akan menanggung pajak tersebut adalah para konsumen.

Bentuk-bentuk pajak pendapatan

Pajak regresif

Sistem pajak yang persentasi pungutan pajaknya menurun apabila pendapatan yang dikenakan pajak menjadi bertambah tinggi.

Pajak proposional

Persentasi pungutan pajak yang tetap besarnya pada berbagai tingkat pendapatan, yaitu dari pendapatan yang sangat rendah kepada yang sangat tinggi.

Pajak progresif

Sistem pajak yang persentasinya bertambah apabila pendapatan semakin meningkat.

Efek Pajak Ke Atas Konsumsi Dan Tabungan

Dalam perekonomian yang telah mengenakan pajak, perhubungan diantara pendapatan disposebel dan pendekatan nasional dapat dinyatakan secara persamaan berikut:

Yaitu pendapatan disposebel (Yd) adalah sama dengan pendapatan nasional (Y) dikurangi oleh pajak (T).

Penurunan pendapatan disposebel akan mengurangi konsumsi dan tabungan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena pajak yang dibayarkannya mengurangi kemampuannya untuk melakukan pengeluaran konsumsi dan menabung. Berdasarkan kepada sifat pengaruh pajak kepada pendapatan disposebel, pengeluaran konsumsi dan tabungan secara umum dapat dirumuskan:

Pajak yang dipungut akan mengurangi pendapatan disposebel sebanyak pajak yang dipungut tersebut dalam persamaan:

Penurunan pendapatan disposebel menyebabkan pengeluaran konsumsi dan tabungan rumah tangga akan berkurang pada berbagai tingkat pendapatan.

Walau apapun bentuk sistem pajak, yaitu pajak tetap atau pajak proporsional, pemungutan pajak akan mengakibatkan konsumsi dan tabungan rumah tangga berkurang sebanyak yang ditentukan oleh persamaan berikut:

ΔC = MPC x T

ΔS = MPS x T

Efek Pajak :Analisis Aljabar Dan Grafik

Pendekatan Aljabar

Efek pajak tetap

Terlebih dahulu akan dibuat analisis yang bersifat umum mengenai efek pajak keatas konsumsi dan fungsi tabungan. Misalkan fungsi efek pajak adalah: C = a + bY dan pajak adalah T (pajak tetap). Pajak sebanyak T menurunkan konsumsi sebanyak ΔC = bT. Dengan demikian fungsi konsumsi sesudah pajak (C1) adalah:

Fungsi tabungan asal adalah ΔS = -a + (1-b) Y. Pajak sebanyak T menurunkan tabungan sebanyak ΔS = - (1-b). Dengan demikian fungsi tabungan sesudah banyak (S1) adalah:

Pengaruh pajak proporsional

Pajak proporsional sebanyak tY menurunkan konsumsi sebanyak: ΔC = -b. tY. Apabila fungsi konsumsi asal adalah: C = a + bY maka fungsi konsumsi yang baru (C1) adalah:

Misalkan fungsi tabungan asal adalah S = -a + (1 – b) Y dan pajak tersebut akan menurunkan fungsi tabungan sebanyak ΔS = (1 – b) tY, maka fungsi tabungan yang baru (S1) adalah:

S1 = -a + (1 – b) Y – (1 – b) tY

S1 = a + {(1 – b) – (1 – b) t} Y

S1 = -a + (1 – b) (1 – t) Y

Pendekatan Grafik

Secara grafik dengan jelas boleh ditunjukkan akibat pungutan pajak keatas fungsi konsumsi dan fungsi tabungan. Dua pasang grafik dibuat untuk menunjukkan akibat pajak keatas fungsi konsumsi dan tabungan.

Persamaan umum, gambar 5.2 terbagi kepada dua bagian. Grafik (a) menunjukkan efek pajak tetap dan pajak proporsional keatas fungsi konsumsi. Sebelum pajak, fungsi konsumsi adalah C = a + bY. Pajak tetap mengurangi konsumsi sebanyak ΔC = -bT dan menyebabkan fungsi konsumsi bergeser kepada C1 = -bT + a + bY, yaitu pengurangan sebanyak –bT = -MPC.T.

Pajak proporsional akan mengurangi konsumsi dari C = a + bY menjadi : C1 = a + bY – btY atau C1 = a + bY – MPC.T yaitu pengurangan sebanyak MPC.T perlu diingat bahwa nilai btY = MPC.T adalah semakin besar apabila Y meningkat karena T = tY maka ΔC = -btY. Dengan demikian fungsi konsumsi (C1) berubah menjadi:

Efek pajak teap dan proporsional terhadap tabungan ditunjukkan dalam grafik (b). Pajak tetap menyebabkan fungsi tabungan asal, yaitu S = -at (1 – b) Y berubah menjadi S1 = - (1 – b) T – a + (1 – b) Y. Pajak proporsional menyebabkan fungsi tabungan berubah dari S = -a + (1 – b) Y menjadi S1 = -a + (1 – b) (1 – t) Y.

Pengeluaran Pemerintah

Pajak yang diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan pemerintah. Dinegara-negara yang sudah sangat maju. Pajak adalah sumber utama dari pembelanjaan pemerintah, sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk membiayai administrasi pemerintah an sebagian lainnya adalah untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan, membayar gaji pegawai-pegawai pemerintah, membiayai sistem pendidikan dan kesehatan rakyat, membiayai pembelanjaan untuk angkatan bersenjata dan membiayai berbagai jenis infrastruktur yang penting artinya dalam pembangunan adalah beberapa bidang penting yang akan dibiayai pemerintah. Pembelanjaan-pembelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi negara.

Penentu-penentu pengeluaran pemerintah

Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu tergantung kepada banyak faktor. Yang penting diantaranya adalah: jumlah pajak yang akan diterima, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi jangka pendek dan pembangunan ekonomi jangka panjang dan pertimbangan politik dan keamanan.

Proyeksi jumlah pajak yang diterima

Salah satu faktor penting yang menentukan besarnya pengeluaran pemerintah adalah jumlah pajak yang diramalkan. Dalam penyusunan anggaran belanjanya pemerintah harus terlebih dahulu membuat proyeksi mengenai jumlah pajak yang akan diterimanya. Makin banyak jumlah pajak yang dapat dikumpulkan, makin banyak pula pembelanjaan pemerintah yang akan dilakukan.

Tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai

Faktor yang lebih penting dalam penentuan pengeluaran pemerintah adalah tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai pemerintah. Beberapa tujuan penting dari kegiatan pemerintah adalah mengatasi masalah pengangguran, menghindari inflasi dan mempercepat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Untuk mengatasi pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang lambat, misalnya: pemerintah perlu membiayai pembangunan infrastruktur – irigasi, jalan-jalan, pelabuhan dan mengembangkan pendidikan. Usaha seperti itu memerlukan banyak uang dan pendapatan dari pajak saja tidak cukup untuk membiayainya. Maka untuk memperoleh dana yang diperlukan pemerintah terpaksa meminjam atau mencetak uang.

Pertimbangan politik dan keamanan

Pertimbangan-pertimbangan politik dan kestabilan negara selalu menjadi salah satu tujuan penting dalam penyusunan anggaran belanja pemerintah. Kekacauan politik, perselisihan diantara berbagai golongan masyarakat dan daerah sering berlaku diberbagai negara di dunia. Keadaan seperti itu akan menyebabkan kenaikan pembelanjaan pemerintah yang sangat besar, terutama apabila operasi militer perlu dilakukan.

Fungsi pengeluaran pemerintah

Dari uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah diatas, dapat disimpulkan bahwa PN tidak memegang peranan yang penting dalam menentukan pembelanjaan pemerintah. Dengan perkataan lain, pengeluaran pemerintah pada suatu periode tertentu dan perubahannya dari satu periode ke periode lainnya tidak didasarkan kepada tingkat pendapatan nasional dan pertumbuhan pendapatan nasional. Dalam masa kemunduran ekonomi, misalnya pendapatan pajak berkurang. Tetapi untuk mengatasi pengangguran itu pemerintah perlu melakukan lebih banyak program-program pembangunan, maka pengeluaran pemerintah perlu ditambah. Sebaliknya, pada waktu inflasi dan tingkat kemakmuran tinggi, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam pembelanjannya, harus dijaga agar pengeluaran pemerintah tidak memperburuk keadaan inflasi yang berlaku.

Berdasarkan kepada alasan yang baru diterangkan diatas, fungsi pembelanjaan pemerintah adalah seperti yang digambarkan dalam gambar 5.4, yaitu ia sejajar dengan sumbu datar dan dengan demikian besarnya tidak tergantung kepada pendapatan nasional. Ini berarti, seperti dengan sifat pengeluaran untuk investasi pembelanjaan pemerintah adalah pembelanjaan otonomi, perubahan-perubahan pembelanjaan pemerintah digambarkan dalam bentuk perpindahan fungsi pengeluaran pemerintah keatas atau kebawah. Sebagai contoh, misalkan dalam suatu periode tertentu pengeluaran pemerintah adalah sebanyak G rupiah. Maka dalam grafik, fungsi pengeluaran pemerintah adalah seperti ditunjukkan oleh fungsi G. Pada periode berikut misalkan berlaku pengangguran yang sangat buruk dan untuk mengatasinya pemerintah melakukan pembelanjaan yang lebih banyak, yaitu sebanyak G1. Langkah ini memindahkan fungsi G keatas. Sebaliknya, apabila ekonomi menghadapi masalah inflasi, pemerintah berusaha menurunkan pengeluarannya dan perubahan ini digambarkan oleh perpindahan fungsi pembelanjaan pemerintah dari G menjadi G2.

Gambar. 5.4

Fungsi pengeluaran pemerintah

Keseimbangan Dalam Perekonomian Tiga Sektor

Uraian mengenai keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian tiga sektor akan dibedakan dalam dua keadaan yaitu:

Dalam perekonomian dimana sistem pajaknya adalah sistem pajak tetap.

Dalam perkonomian dimana sistem pajaknya adalah proporsional.

Pajak tetap dan keseimbangan pendapatan

Untuk menerangkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian dimana sistem pajaknya adalah pajak tetap, digunakan pemisalan-pemisalan dibawah ini:

Jumlah pajak dan sifat hubungan diantara pendapatan nasional, kosumsi dan tabungan adalah seperti dalam tabel 5.1. Dengan demikian fungsi konsumsi adalah C = 60 + 0.75Y (fungsi konsumsi sesudah pajak) dan fungsi tabungan adalah S = -100 + 0.25Y. Pajak adalah T = 40

Investasi sektor perusahaan adalah I = 120 (triliun rupiah) dan pengeluaran pemerintah adalah G = 60 (triliun rupiah)

Dengan pemisahan-pemisahan diatas dapatlah ditunjukkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian tiga sektor.

Pajak proporsional dan keseimbangan pendapatan

Untuk menerangkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian yang menggunakan sistem pajak proporsional digunakan pemisalan-pemisalan dibawah ini:

Presentase (kadar) pajak dan sifat hubungan diantara pendapatan nasional, konsumsi dan tabungan.

Investasi perusahaan adalah I = 150 (triliun rupiah) dan pengeluaran pemerintah G = 240 (triliun).

Model Keseimbangan Perekonomian Tertutup Tiga Sektor

Model ekonomi tiga sektor memasukkan sektor pemerintah, yang dimiliki oleh pengeluaran pemerintah (G) .

Output keseimbangan

Dengan demikian pengeluaran agregat menjadi:

AE = G + I + G

= C0 + bY + I0 + G0

= C0 + I0 + G0 + bY

= A + bY

Dimana A sekarang terdiri atas (C0 + I0 + G0).

Sama halnya dengan model dua sektor, dalam model tiga sektor output keseimbangan dapat dihitung dengan menyamakan Y dan AE.

Dampak perubahan pengeluaran pemerintah

Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat output keseimbangan dengan menambah atau mengurangi pengeluarannya. Besarnya efek perubahan pengeluaran pemerintah adalah sama dengan pengaruh perubahan investasi (I0) atau konsumsi (G0) sehingga dampak perubahan pengeluaran pemerintah terhadap perkonomian dapat ditulis sebagai berikut:

Multiplier Dalam Perekonomian Tiga Sektor

Seperti yang berlaku dalam perekonomian dua sektor, dalam perekonomian tiga sektor perubahan-perubahan perbelanjaan agregat akan menimbulkan perubahan dalam pendapatan nasional sebanyak beberapa kali lebih besar dari perubahan perbelanjaan agregat yang asal.

Multiplier investasi

Untuk menghitung nilai multiplier investasi. Dimisalkan nilai invetasi bertambah dari I menjadi I1 dan pertambahannya adalah ΔI .

Sistem pajak tetap

Pertambahan investasi sebesar ΔI akan menambah pendapatan nasional dari:

Y= 1/(1-b ) (a-
bT_x+ I+G)

Menjadi:

Y= 1/(1-b ) (a-
bT_x+ I+ CI+G)

Dengan demikian proses multiplier menambah pendapatan nasional sebesar seperti yang dinyatakan persamaan berikut:

ΔY=Y_1- Y= 1/(1-b) ΔI

Dari persamaan ini dapat disimpulkan bahwa dalam perekonomian tiga sektor dengan pajak tetap, pertambahan investasi sebanyak ΔI akan menambahkan PN sebanyak (1/(1-b)) kali pertambahan invetasi. Dengan demikian nilai multiplier yaitu ΔY / ΔI, adalah:

Multiplier investasi (pajak tetap)= 1/(1-b)

Sistem pajak proporsional

Pertambahan PN (ΔY) yang akan terwujud dalam perekonomian tiga sektor dengan sistem pajak proporsional adalah (1/(1-b + bt )) kali lipat dari pertambahan investasi (ΔI) yang berlaku. Berarti nilai multiplier adalah:

Multiplier investasi (pajak proporsional)= 1/(1-b+bt )= 1/(1-b (1-t))

Multiplier pengeluaran pemerintah

Sistem pajak tetap

Dalam perekonomian yang menggunakan sistem pajak tetap, nilai multiplier pengeluaran pemerintah adalah 1/(1-b) dan kenaikan pendapatan nasional (ΔY) dapat dihitung dengan persamaan:

ΔY= 1/(1-b) ΔG

Sistem pajak proporsional

Dalam perekonomian yang menggunakan sistem pajak proporsional, nilai multiplier pengeluaran pemerintah adalah 1/(1-b+bt) dan kenaikkan pendapatan ΔY dapat dihitung menggunakan persamaan:

ΔY= 1/(1-b+bt) ΔG

Multiplier pajak

Sistem pajak tetap

Pengurangan pajak sebanyak ΔI akan menambah PN (ΔY) sebanyak b/(1-b) dikali dengan pengurangan pajak yang dilakukan. Dalam pajak tetap nilai multiplier perubahan pajak (MT) adalah:

M_T= ΔY/ΔT= b/(1-b )

Sistem pajak proporsional

Pertambahan dalam pendapatan nasional (ΔY = Y2 – Y) dapat ditentukan dengan menggunakan formula:

ΔY= 1/(1-b+bt) (tΔT)

atau

ΔY= b/(1-b+bt) (ΔT)

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa pengurangan pajak sebanyak ΔT akan menaikkan pendapatan nasional sebanyak b/(1-b+bt) dikali dengan pengurangan pajak yang berlaku.

Angka pengganda Perekonomian Tiga Sektor

Angka pengganda untuk pajak yang bersifat tetap

Y = C0 + C (Y – Tx + Tr) + I + G

Y = C0 + CY – CTx + CTr + I + G

Y – CY = C0 – CTx + CTr + I + G

(1 – C)Y = C0 – CTx + CTr + I + G

Y = (C_0-
CT_x+CT_r+ I+G )/(( I-G))

Y = 1/((1-C)) (C_0-
CT_x+ CT_r+ I+G

Angka pengganda pengeluaran adalah:

KE = 1/((1-C))

Angka pengganda untuk pajak yang bersifat proporsional

TX = T0 – tY

Yd = Y – T0 – tY + Tr

Y = C0 + C ( Y – T0 – tY + Tr) + I G

Y = C0 + CY – CT0 – CtY + CTr + I + G

Y – CY + CtY = C0 – CT0 + CTr + I + G

(1 – C + Ct) Y = C0 – CTX + CTr + I + G

Y = (C_(0 )-
CT_0+ CT_r+ I+G)/(( 1-C+Ct))

Y = 1/((1-C-Ct) ) (C_0-
CT_0+ CT_r+ I+G

Perubahan pendapatan nasiona sebagai akibat dari perubahan pengeluaran secara total adalah:

KE= ΔY/ΔE

KE= 1/((1-C+Ct))

Masalah Makro Ekonomi Dan Kebijakan Fiskal

Langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjannya dengan maksud unttuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi dinamakan kebijakan fiskal . Dalam suatu perekonomian tertutup, yaitu perekonomianyang tidak menjalankan kegiatan perdagangan luar negeri. Dua masalah makro ekonomi yang utama adalah pengangguran dan inflasi.

Pada hakekatnya kebijakan fiskal tersebut merupakan kebijakan T (mengubah tarif-tarif pajak) dan kebijakan G (mengubah pengeluaran pemerintah) dengan tujuan untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian yang bersangkutan sesuai dengan sasaran-sasaran yang digariskan oleh pemerintah yang bersangkutan .

Masalah pengangguran dan inflasi

Tingkat kegiatan ekonomi negara yang wujud pada suatu waktu tertentu adalah berbentuk salah satu dari tiga keadaan berikut:

Mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh

Menghadapi masalah pengangguran

Menghadapi masalah inflasi

Peranan kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal memegang peranan yang cukup penting dalam menstabilkan tingkat kegiatan ekonomi dan menciptakan tingkat kegiatan ekonomi kearah tingkat yang dikehendaki.

Jurang deflasi, jurang inflasi dan kebijakan fiskal

Dengan menggunakan kebijakan fiskal pemerintah dapat mempengaruhi besarnya jurang deflasi atau jurang inflasi yang wujud dalam perekonomian. Apabila terdapat jurang deflasi tingkat kegiatan ekonomi belum mencapai potensinya yang maksimal dan pengangguran wujud. Dalam hal ini pengeluaran agregat perlu dinaikkan. Kebijakan pemerintah itu akan menaikkan tingkat kegiatan ekonomi dan mengurangi pengangguran.

Kebijakan anggaran belanja defisit adalah satu langkah pemerintah yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi dan pengangguran.

Didalam masa dimana jarang inflasi wujud, yaitu pengeluaran agregat melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksikan barang-barang dan jasa-jasa, kebijakan anggaran belanja surplus perlu dilakukan.

Akibat kebijakan fiskal ke atas kegiatan ekonomi

Akibat jangka panjang dari langkah-langkah pemerintah yang baru diterangkan diatas untuk menstabilkan tingkat kegiatan ekonomi. Pengaruh kebijakan fiskal ke atas naik turunnya tingkat kegiatan ekonomi dalam jangka panjang.

Apabila pemerintah secara aktif menggunakan kebijakan anggaran belanjanya sebagai alat untuk mempengaruhi tingkat kegiatan ekonomi maka:

Masalah depresi dan pengangguran

Masalah inflasi dapat dikurangi keseriusannya dan

Gerak naik turun siklus perusahaan dapat diperkecil. Berarti kegiatan eonomi negara berjalan dengan lebih stabil.

Bentuk kebijakan fiskal diskresioner

Kebijakan fiskal yang terutama akan digunakan pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang sedang dihadapi dinamakan kebijakan fiskal diskresioner (discretionary fiscal policy). Ia dapat dapat diartikan sebagai langkah-langkah pemerintah untuk mengubah pengeluarannya atau pemungutan pajaknya dengan tujuan untuk:

Mengurangi naik turun tingkat kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan

Menciptakan suatu tingkat kegiatan ekonomi yang mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja yang tinggi, tidak menghadapi masalah inflasi dan selalu mengalami pertumbuhan yang memuaskan.

Kebijakan fiskal diskresioner dapat dibedakan dalam tiga bentuk:

Membuat perubahan keatas pengeluaran pemerintah

Membuat perubahan keatas sistem pemungutan pajak

Secara serentak membuat perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan sistem pemungutan pajak.

Pengangguran dan kebijakan fiskal

Ad tiga faktor yang akan menentukan besarnya perubahan dalam anggaran belanja untuk mengatasi masalah pengangguran atau inflasi yang dihadapi yaitu:

Besarnya perbedaan antara PN yang sebenarnya dicapai dengan PN yang akan tercapai pada konsumsi tenaga kerja penuh

Bentuk kebijakan fiskal diskresioner yang akan dilaksanakan

Besarnya kecondongan marjinal pendapatan nasional (MPCy)



KESIMPULAN

Ekonomi tiga sektor adalah perekonomian yang meliputi dalam sektor perusahaan, rumah tangga dan pemerintah.

Pajak yang dipungut pemerintah dapat dibedakan berbagai cara. Cara yang pertama adalah membedakannya sebagai berikut: pajak langsung dan pajak tak langsung. Cara lain adalah pajak regresif (contoh: pajak tetap), pajak proporsional dan pajak progresif.

Keseimbangan PN dapat ditunjukkan melalui dua pendekatan yaitu:

Pendekatan pengeluaran agregat – penawaran agregat dan

Pendekatan suntikan – bocoran.

Multiplier dalam ekonomi tiga sektor dapat dibedakan kepada dua jenis yaitu multiplier dalam sistem pajak tetap dan multiplier dalam sistem pajak proporsional.

Jenis-jenis penstabilan otomatik yang utama adalah:

Pajak proporsional dan pajak progresif

Program asuransi pengangguran

Sistem harga minimum

Kebijakan fiskal diskresioner dilakukan dengan:

Menambah pengeluaran agregat pada waktu pengangguran

Mengurangi pada waktu inflasi



DAFTAR PUSTAKA

Sukirno, Sadono, “Makro Ekonomi Teori Pengantar”, edisi ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2008

Nisjar, Karhi, Winardi, “Ilmu Ekonomi Makro (Suatu Pengantar)”, Mandar Maju. Bandung. 1997

Insukindro, “Keseimbangan Ekonomi Makro Untuk Perekonomian Tertutup Dan Terbuka”, BPFE. Yogyakarta. 1985

Suparmono, “Pengantar Ekonomi Makro”, AMPYKPN. Yogyakarta. 2002

Rahardja, Prathama, “Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar”, Edisi kedua. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. 2004

sistem perekonomian 3 sektor dan 4 sektor


ekonomi makro – ekonomi 3 sektor

EKONOMI 3 SEKTOR

A.    Pengertian Ekonomi 3 Sektor
Ekonomi tiga sektor adalah perekonomian yang meliputi kegiatan dalam sektor perusahaan, rumah tangga dan pemerintah. Dengan demikian dalam menganalisis perekonomian tiga sektor pada hakikatnya akan diperhatikan peranan dan pengaruh pemerintah keatas kegiatan dalam sesuatu perekonomian.
1.      Campur tangan pemerintah dalam perekonomian menimbulkan dua perubahan penting dalam proses penentuan keseimbangan pendapatan nasional, yaitu:
a.       Pungutan pajak yang dilakukan pemerintah akan mengurangi pengeluaran agregat melalui pengurangan atas konsumsi rumah tangga.
b.      Pajak memungkinkan pemerintah melakukan perbelanjaan dan ini akan menaikkan perbelanjaan-perbelanjaan agregat.
Kedua aliran pengeluaran / pendapatan ini akan mengubah pola aliran pendapatan dalam perekonomian. Dalam ekonomi tiga sektor belum terdapat kegiatan mengekspor dan mengimpor. Oleh sebab itu ,ekonomi tiga sektor dinamakan juga ekonomi tertutup.
B.     Aliran Pendapatan Dan Syarat Keseimbangan
1.      Aliran pendapatan dan pengeluaran
a.       Campur tangan pemerintah dalam perekonomian akan menimbulkan tiga jenis aliran baru dalam sirkulasi aliran pendapatan. Tiga jenis aliran yang baru tersebut adalah :
1)      Pembayaran pajak oleh rumah tangga dan perusahaan kepada pemerintah. Pembayaran pajak tersebut menimbulkan pendapatan kepada pihak pemerintah. Ia merupakan sumber pendapatan pemerintah yang terutama.
2)      Pengeluaran dari sektor pemerintah ke sektor perusahaan. Aliran ini menggambarkan nilai pengeluaran pemerintah keatas barang-barang dan jasa yang diproduksikan oleh sektor perusahaan.
3)      Aliran pendapatan dari sektor pemerintah sektor rumah tangga. Aliran itu timbul sebagai akibat dari pembayaran keatas konsumsi faktor-faktor produksi yang dimiliki sektor rumah tangga oleh pemerintah.
b.      Pembayaran oleh sektor perusahaan sekarang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
1)      pembayaran kepada sektor rumah tangga sebagai pendapatan kepada faktor-faktor produksi dan
2)      pembayaran pajak pendapatan perusahaan kepada pemerintah.
c.       Pendapatan yang diterima rumah tangga sekarang berasal dari dua sumber :
1)      dari pembayaran gaji dan upah, sewa, bunga dan utang oleh perusahaan dan
2)      dari pembayaran gaji dan upah oleh pemerintah.
2.      Syarat Keseimbangan
Keseimbangan : Y = AE,  atau Y = C + I + G
Y   : penawaran agregat                                  AE : pengeluaran agregat
C   : konsumsi rumah tangga               I     : investasi perusahaan
G   : pengeluaran pemerintah membeli barang dan jasa
Y = C + S + T ( setiap pendapatan nasional )
C + I + G = C + S + T ( keseimbangan = setiap pendapatan nasional )
Jika C dikurangi dari setiap ruas maka, Dalam perekonomian tiga sektor I dan G adalah suntikan kedalam sirkulasi aliran pendapatan, sedangkan S dan T adalah kebocoran. Sebagai kesimpulan dapatlah dirumuskan bahwa dalam perekonomian tiga sektor yang mencapai keseimbangan akan berlaku keadaan : I + G = S + T
C.    Jenis-Jenis Pajak
  1. Pajak objektif : pajak yg dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib pajak  Misalnya  PPN dikenakan kpd mereka yang membeli barang dan jasa kena pajak
  2. Pajak subjektif : pajak yang dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak. Mislanya pendapatan. Jika pendapatan makin besar, maka beban pajaknya makin besar
  3. pajak langsung : jenis pungutan pemerintah yang secara langsung di kumpulkan dari pihak yang wajib membayar pajak.( pajak yang secara langsung di pungut dari orang yang berkewajiban untuk membayar pajak).
  4. pajak tak langsung : pajak yang bebannya dapat di pindah2 kan kepada pihak lain.( yang menanagung beban pajak tersebut adalah para konsumen. Ex : Impor.
D.    Bentuk-bentuk pajak pendapatan
1.      pajak regresif : sistem pajak yang persentasinya menurun apabila pendapatan yang di kenakan pajak menjadi bertambah tinggi.dalam sistem ini ,pada pendapatan rendah ,pajak yang di pungut meliputi bagian yang paling tinggi dari pendapatan tersebut.tetapi,semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentasi pajak itu di bandingkan dengan keseluruan pendapatan.
2.      Pajak proporsional : persentasi pungutan pajak yang tetap besarnya pada berbagai tingkat pendapatan,yaitu dari tingkat pendapatan yang sangat rendah kepada yang sangat tinggi.dalam sistempajak ini tidak di bedakan di antara penduduk yang kaya atau miskin dan di antara perusahaan besar dan perusaan kecil.
3.      Pajak progresif : sistem pajak yang persentasinya bertambah apabila pendapatan semakin meningkat .pajak ini menyebabkan pertambahan nominal pajak yang di bayar akan menjadi semakin cepat apabila pendapatan semakin tinggi.
E.     Efek Pajak terhadap Konsumsi Dan Tabungan
            Setiap pemungutan pajak akan menimbulkan perubahan terhadap pendapatan disposibel (Yd). Pajak sebanyak T akan menyebabkan pendapatan disposibel turun sebanyak T. Maka:  ∆Yd =  – T
            Kemerosotan pendapatan disposibel akan mengurangi konsumsi dan tabungan RT. Jumlah konsumsi dan tabungan yang berkurang adalah sama dengan pengurangan pendapatan diposible. Maka : ∆Yd = -T = ∆C + ∆S. Disamping tergantung pada perubahan pendapatan disposibel  pengurangan konsumsi ditentukan oleh MPC dan MPS. Perhitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan :
∆C = MPC x ∆Yd atau ∆C =MPC x (-T)
∆C = MPS x ∆Yd atau ∆C =MPS x (-T)
Setara dengan : T = ∆Yd = (MPC x T) + (MPS x T)[1][1]

F.     Pengeluaran Pemerintah
            Pajak yang diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan pemerintah. Dinegara-negara yang sudah sangat maju, Pajak adalah sumber utama dari pembelanjaan pemerintah, sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk membiayai administrasi pemerintahan dan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan, membayar gaji pegawai-pegawai pemerintah, membiayai sistem pendidikan dan kesehatan rakyat, membiayai pembelanjaan untuk angkatan bersenjata dan membiayai berbagai jenis infrastruktur yang penting artinya dalam pembangunan adalah beberapa bidang penting yang akan dibiayai pemerintah.
1.      Penentu-penentu pengeluaran pemerintah
a.       Proyeksi jumlah pajak yang di terima : Dalam menyusun anggaran belanja pemerintah harus terlebih dahulu membuat proyeksi mengenai jumlah pajak yang akan di terimanya.makin banyak jumlah pajak yang akan dapat di kumpulkan, makin banyak pula perbelanjaan pemerintah yang akan di lakukan.
b.      Tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai : mengatasi masalah pengangguran, menghidari inflasi, dan mempercepat pembangunan ekonomi. untuk mempercepat kegiatan tersebut seringkali membelanjakan uang yang lebih besar dari pendapatan yang di peroleh oleh pajak.
c.       Pertimbangan politik dan keamanan  : pertimbangan-pertimbangan politik dan kestabilan negara selalu menjadi salah satu tujuan penting dalam menyusun anggaran belanja pemerintah. kekacauan politik, keamanan. keadaan seperti itu akan menyebabkan kenaikan perbelanjaan pemerintah yang sangat besar.
ekonomi makro – ekonomi 4 sektor

EKONOMI 4 SEKTOR
Perekonomian terbuka / perekonomian empat sektor merupakan suatu negara yang mempunyai hubungan ekonomi dengan negara – negara lain. Dalam perekonomian terbuka sebagian produksi dalam negeri diekspor atau dijual ke luar negeri dan disamping itu terdapat pula barang di negara itu yang diimpor dari negara – negara lain. Perekonomian terbuka dinakan juga sebagai ekonomi empat sektor, yaitu suatu ekonomi yang dibedakan kepada empat sektor yaitu :
  1. Sektor Rumah Tangga (Households Sector), yang terdiri atas sekumpulan individu yg dianggap homogen & identik.
  2. Sektor Perusahaan (Firms Sector), yang terdiri atas sekumpulan perusahaan yang memproduksi brg & jasa.
  3. Sektor Pemerintah (Government Sector), yang memiliki kewenangan politik untuk mengatur kegiatan masyarakat & perusahaan.
  4. Sektor Luar Negeri ( Foreign Sector), yaitu sektor perekonomian dunia, dimana perekonomian melakukan transaksi ekspor-impor.
B.    Mekanisme Perekonomian Empat Sektor

Disebut dengan Kegiatan ekonomi empat sektor karena kegiatan ini tidak hanya melibatkan pelaku-pelaku ekonomi di dalam negeri, tetapi juga masyarakat ekonomi di luar negeri. Dalam diagram circular flow terdapat pasar-pasar yang mempengaruhi kegiatan ekonomi, pasar-pasar tersebut meliputi : Pasar barang, Pasar tenaga kerja, Pasar Uang & Lembaga keuangan, serta Pasar Luar negeri.

Dari diagram circular Flow diatas terdiri dari 4 komponen yaitu :
1.  Rumah Tangga
Hubungan dengan Perusahaan
Pada awalnya rumah tangga menjual SDM yang dimilikinya kepada perusahaan. Dari interaksi antara rumah tangga dan perusahaan dipertemukan pada Pasar tenaga kerja. Kemudian dari penjualan SDM tersebut, rumah tangga mendapatan penghasilan yang terdiri dari sewa, bunga, upah dan profit. Hal ini dipertemukan dalam pasar uang & lembaga keungan.
Hubungan dengan Pemerintah
Dalam hubungan ini rumah tangga menyetorkan sejumah uang sebagai pajak kepada pemerintah dan rumah tangga menerima penerimaan berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa dari pemerintah (berupa hasil dari pajak).
Hubungan dengan negara lain
Untuk mencapai hubungan dengan negara lain rumah tangga harus melewati pasar barang dan pasar luar negeri. Rumah tangga mengimpor barang dan jasa dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
2.  Perusahaan
Perusahaan merupakan gabungan unit kegiatan yang menghasilkan produk barang dan jasa.
Hubungan dengan Rumah Tangga
perusahaan menghasilkan produk-produk berupa barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Lalu Perusahaan mendapatkan penghasilan dari penjualan produknya. Interaksi tersebut dipertemukan dalam pasar barang. Pasar Barang adalah pasar yang mempertemukan penawaran dan permintaan barang dan jasa. Pasar barang sering diistilahkan dengan sektor riil.
Hubungan dengan Pemerintah
Perusahaan membayar pajak kepada pemerintah dan perusahaan menjual produk dan jasa kepada pemerintah melalui pasar barang.
Hubungan dengan Dunia Internasional
Perusahaan melakukan impor atas produk barang maupun jasa dari luar negeri melalui pasar barang dan pasar luar negeri. Dari hasil penjulan tersebut perusahaan mendapatkan laba/keuntungan.
3.  Pemerintah
Bertindak sebagai pembuat dan pengatur kebijakan masyarakat dan bisnis.
Hubungan dengan RumahTangga
pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk kebutuhan operasional, pembangunan, dan lain-lain untuk membangun negara.
Hubungan dengan Perusahaan
pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari perusahaan dan pemerintah juga membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada.
4.  Negara-negara lain
Hubungan dengan Rumahtangga
Negara-negara lain(dunia internasional) menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga yang dilakukan di pasar luar negeri, dari pasar luar negeri masuk ke dalam pasar barang dalam negeri sehingga produk yang dihasilkan dapat dibeli oleh rumah tangga. Sehingga dari transaksi jual beli tersebut negara lain mendapatkan laba/keuntungan.
Hubungan dengan Perusahaan
dunia internasional(negara lain) mengekspor produknya kepada bisnis-bisnis perusahaan. Aliran barang dan jasanya juga melalui pasar negeri lalu masuk ke pasar barang. Dari proses tersebut juga dihasilkannya suatu laba.
C.   Konsep Keseimbangan Perekonomian Empat Sektor
Pendapatan Nasional Keseimbangan
Syarat keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian terbuka adalah : 
Y = C + I + G + (X – M)    dan    I + G + X = S + T + M
Ket.
Y = Tingkat Pendapatan
C = Konsumsi
I  = Investasi
X = Ekspor
S  = Tabungan
T  = Pajak
G  = Pengeluaran Pemerintah
M = Impor
Dalam Perekonomian Terbuka 4 Sektor, akan mewujudkan dua aliran baru dalam sirkulasi aliran Pendapatan, yaitu :
  1. Aliran pendapatan yang diterima dari mengekspor, yang merupakan “Suntikan” kepada aliran pendapatan.
  2. Aliran pengeluaran untuk membeli barang yang diimpor dari negara-negara lain, yang merupakan “Bocoran” kepada aliran pendapatan.

Ciri-ciri Pokok dari Aliran Pendapatan Perekonomian Terbuka
Rumah tangga mendapat aliran pendapatan berupa gaji/upah, sewa, bunga & keuntungan, dan pendapatan tersebut digunakan untuk :
  1. Pengeluaran konsumsi (membeli brg & jasa yg diproduksi perusahaan dalam negeri
  2. Membayar pajak
  3. Mengimpor  (membeli barang impor)
  4. Menabung ke Bank/ Lembaga Keuangan.
Di samping aliran uang keluar untuk membayar impor, juga aliran pengeluaran ke sektor perusahaan (pembayaran atas ekspor).
Aliran perbelanjaan (pengeluaran) penanam modal untuk beli barang dan peralatan modal dari sektor perusahaan.
Pengeluaran pemerintah ke sektor perusahaan untuk membeli kebutuhan administrasi & belanja modal untuk investasi pemerintah.

D.   Perekonomian Terbuka: Export – Impor
1.     Ekspor (X)
Jika suatu negara melakukan ekspor barang dan jasa ke Negara lain, maka ia harus memproduksi barang dan jasa melebihi jumlah                      produksi yang diperlukan di dalam negri.
Dengan meningkatnya jumlah produk (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh suatu Negara, maka hal ini juga akan  meningkatkan pendapatan nasional (Y) negara tersebut.
Karena ekspor merupakan salah satu jenis pengeluaran agregat (aggregate expenditure), sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional yang akan dicapai oleh suatu Negara.
“Apabila ekspor meningkat, maka pengeluaran agregat akan meningkat pula, dan keadaan ini selanjutnya akan menaikan pendapatan nasional”.
“Namun sebaliknya, pendapatan nasional (Y) tidak dapat mempengaruhi besar kecilnya ekspor”. Apabila pendapatan nasional bertambah besar, ekspor belum tentu meningkat, atau besarnya ekspor dapat meningkat atau mengalami perubahan, meskipun pendapatan nasional tetap besarnya”.
Besarnya kecilnya ekspor tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional yang terjadi dalam perekonomian sehingga fungsi ekspor mempunyai bentuk yang sama dengan fungsi investasi dan pengeluaran pemerintah.
2.     Impor (M)
Dalam analisis makro ekonomi diasumsikan bahwa faktor yang  mempengaruhi besar kecilnya pembelian barang dari luar negri (impor) suatu Negara adalah kemampuan membayar (daya beli) Negara tersebut terhadap barang impor.
Makin tinggi kemampuan membayar (daya beli)-nya maka tinggi pula impor yang dapat dilakukannya. Karena tinggi rendahnya daya beli suatu Negara dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasionalnya.  Maka tinggi rendahnya impor Negara tersebut, juga ditentukan oleh besar kecilnya pendapatan nasionalnya.
“Makin tinggi pendapatan  nasional, makin besar pula impor yang dapat dilakukan oleh Negara tersebut.
3.     Perekonomian Terbuka: Export-Impor/Kurs
Dalam menganalisa suatu perkenomian, dikenal dua model perekonomian, yaitu perekonomian tertutup dan perekonomian terbuka.
Perekonomian tertutup adalah model perekonomian yang pada pelakunya, khususnya Produsen dan Konsumen, secara  sederhana akan melakukan kegiatan dalam penjualan dan pembelian di pasar yang saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya masing-masing. Dalam transaksi pasar tersebut, mereka akan terikat dengan kontrak dagang atau kesepakatan jual beli, dan kemudian ditetapkanlah harga jual atau harga beli dari kegiatan tersebut.    Untuk memfasilitasi kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi ini secara efektif maka sistem perekonomian memerlukan Lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainnya seperti pasar modal, lembaga asuransi, lembaga penjamin, pegadaian atau lembaga keuangan mikro yang terdapat di daerah pedesaan. Lembaga Perbankan peranannya sangat vital untuk mengumpulkan dana-dana yang ada di masyarakat, yang selanjutnya mereka akan melakukan pengalokasian dana tersebut melalui pemberian fasilitas perkreditan atau jasa perbankan lainnya.  Hal ini dikatakan  ekonomi pasar tertutup, karena didalamnya  belum termasuk peran luar negeri dalam sistem ekonomi tersebut. 
Pada sistem ekonomi yang terbuka, terdapat kemungkinan dari produsen untuk melakukan kegiatan ekspor barang dan produk dagangan dengan tujuan pasar-pasar di negara lain atau sebaliknya melakukan kegiatan impor atas bahan mentah dan bahan penolong serta mesin atau barang jadi dari luar negara.  Dalam model terbuka ini jasa perbankan dan lembaga keuangan dapat juga berasal dari luar negeri dan kita dihadapkan pada sistem perekonomian yang semakin menyatu (the borderless economy) yang disebut dengan the global economy. 6Dengan memasukkan sektor luar negeri ke dalam model penghitungan pendapatan nasional, berarti kita menamijahkan dua variabel dalam model perekonomian tiga sektor, yaitu variabel ekspor (X) dan variabel impor (M). Dengan demikian untuk menghitung pendapatan nasional keseimbangan pada perekonomian terbuka dilakukan dengan jalan menyamakan antara sisi pendapatan dan sisi pengeluaran.Dalam sistem perekonomian terbuka ini, pengeluaran untuk impor dibedakan menjadi dua jenis, yaitu apakah impor itu tergantung dari variabel lain, atau tidak (nilainya dianggap tetap).Untuk impor yang nilainya tetap dapat dituliskan sebagai berikut :M = M0;  di mana M0 adalah besarnya impor Sedangkan impor yang nilainya tergantung dari besar kecilnya pendapatan dirumuskan sebagai berikut: M= M0 + mY, di mana Y adalah pendapatan dan m adalah Marginal Propensity to ImportMenurut Tedi Heriayanto 8, tolok ukur yang baik untuk menilai kadar keterbukaan suatu perekonomian adalah rasio ekspor dan impor terhadap total GNP. Jika rasio ekspor-impor terhadap GNP melebihi 50%  maka dikatakan perekonomian lebih terbuka. Perdagangan internasional dapat terjadi karena beberapa alasan, yaitu :
  1. Keanekaragaman kondisi produksi. Perdagangan diperlukan karena adanya keanekaragaman kondisi produksi di setiap negara. Misalnya, negara A karena beriklim tropis dapat berspesialisasi memproduksi pisang, kopi; untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa dari negara lain.
  2. Penghematan biaya. Alasan kedua adalah timbulnya increasing returns to scale (penurunan biaya pada skala produksi yang besar). Banyak proses produksi menikmati skala ekonomis, artinya proses produksi tersebut cenderung memiliki biaya produksi rata-rata yang lebih rendah ketika volume produksi ditingkatkan.
  3. Perbedaan selera. Sekalipun kondisi produksi di semua daerah serupa, setiap negara mungkin akan melakukan perdagangan jika selera mereka berbeda. Contohnya, negara A dan B menghasilkan daging sapi dan daging ayam dalam jumlah yang hampir sama, tetapi karena masyarakat negara A tidak menyukai daging sapi, sedang negara B tidak menyukai daging ayam, dengan demikian ekspor yang saling menguntungkan dapat terjadi di antara kedua negara tersebut, yaitu bila negara A mengimpor daging ayam dan mengekspor daging sapi, sebaliknya negara B mengimpor daging sapi dan mengekspor daging ayam.
Prinsip keunggulan komparatif (comparative advantage). Prinsip ini mengatakan bahwa setiap negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekpor barang dan jasa yang biayanya relatif lebih rendah (artinya lebih efisien dibanding negara lain); sebaliknya setiap negara akan mengimpor barang dan jasa yang biaya produksinya relatif lebih tinggi (artinya kurang efisien dibanding negara lain).

Jumat, 19 April 2013

PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA: ATURAN DAN PELAKSANAANNYA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK



DISUSUN OLEH :
NAMA : M.ROBIANNOR
NIM    : 303.10.10.122









STIMI
Sekolah tinggi ilmu manjamen Indonesia
Banjarmasin
2011
 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas Negara Yang Digunakan Untuk pembangunan Dengan Tujuan Akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Oleh karena itu, sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan bangsa.
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa sulitnya negara melakukan pemungutan pajak karena banyaknya wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak merupakan suatu tantangan tersendiri. Pemerintah telah memberikan kelonggaran dengan memberikan peringatan terlebih dahulu melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPP). Akan tetapi, tetap saja banyak wajib pajak yang lalai untuk membayar pajak bahkan tidak sedikit yang cenderung menghindari
kewajiban tersebut.1 Hal ini mendorong pemerintah menciptakan suatu mekanisme yang dapat memberikan daya pemaksa bagi para wajib pajak yang tidak taat hukum. Salah satu mekanisme tersebut adalah gijzeling atau lembaga paksa badan. Keberadaan lembaga ini masih
kontroversial. Beberapa kalangan beranggapan bahwa pemberlakuan lembaga paksa badan merupakan hal yang berlebihan. Di lain pihak, muncul pula pendapat bahwa lembaga ini diperlukan untuk memberikan efek jera yang potensial dalam menghadapi wajib pajak
yang nakal.2
Saat ini, penyelesaian permasalahan sengketa di bidang perpajakan telah memiliki sarana dengan adanya Pengadilan Pajak. Sebelum Pengadilan Pajak berdiri, media yang digunakan untuk menyelesaikan masalah sengketa pajak adalah Majelis Pertimbangan Pajak yang kemudian berkembang menjadi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Hadirnya Pengadilan Pajak menimbulkan kerancuan mengingat obyek sengketa pajak adalah Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang masih merupakan lingkup obyek Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Nomor 14 Tahun 2002) memang terkesan memunculkan dualisme bahwa seolaholah Pengadilan Pajak, yang hanya berkedudukan di Jakarta, itu berada di luar kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU Nomor 14 Tahun 1970) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 dan terakhir diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Nomor 4 Tahun 2004)













BAB II

PERPAJAKAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHAN SENGKETANYA
2.1 Dasar-dasar Hukum Perpajakan
Pajak merupakan sarana reformasi negara dalam meningkatkan kemandirian keuangan negara,
meningkatkan tingkat keadilan, serta progresivitas dari pungutan pajak itu sendiri.3 Pemungutan pajak beserta perangkat hukum untuk mengatur tata caranya merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
 1945). -Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
 (UU Nomor 9 Tahun 1994). Karena merupakan saat dibentuknya sebuah aturan pajak nasional yang baru, maka tahun 1983 disebut sebagai tahun reformasi pajak. Sebelum dibentuk dan diberlakukannya UU Nomor 6 Tahun 1983, dunia perpajakan di negara ini mengenal asas-asas pemungutan pajak yang disebut “Tri Dharma Perpajakan”. Ketiga asas tersebut adalah sebagai berikut.
a. Bahwa pemungutan pajak harus adil dan merata yang meliputi subyek maupun obyek perpajakan. Sifatnya universal atau nondiskriminatif.
b. Harus ada kepastian hukum mengenai pemungutan pajak. Dengan kepastian hukum yaitu bahwa sebelum pemungutan pajak dilakukan harus ada undang-undang terlebih dahulu.
c. Ketepatan waktu pemungutan pajak. Membayar dan menagih harus tepat pada waktunya, aritinya pada saat orang memiliki uang (asa conveniency dan efisiensi).5 Selanjutnya, sejak UU Nomor 6 Tahun 1983 berlaku sebagai undang-undang pajak nasional, asas perpajakan yang melandasi ketentuan tersebut adalah seperti di bawah ini.
a. Kesederhanaan (simplification of law) Bahwa undang-undang tentang perpajakan agar
disusun sesederhana mungkin sehingga mudah dimengerti isi maupun susunan kata-katanya.
b. Kegotong-royongan nasional Bahwa warga masyarakat harus berperan aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kewarganegaraan.

c. Pelimpahan kepercayaan sepenuhnya kewajiban perpajakan kepada wajib pajak sendiri, maksud pemberian kepercayaan diharapkan agar warga sadar akan kewajiban kenegaraan karena negara sudah memberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar pajaknya sendiri. Kepercayaan yang diberikan kepada masyarakat disebut self assessment.
d. Adanya kesamaan hak dan kewajiban antara wajib pajak dan fiskus.
e. Kepastian dan jaminan hukum Bahwa dalam pelaksanaan pemungutan pajak harus dihormati adanya asas-asas kebenaran dan asas praduga tak bersalah. Artinya, wajib pajak belum dinyatakan bersalah apabila belum ada bukti-bukti nyata.6


2.2 Sengketa Pajak dan Penyelesaiannya
            Adanya kewajiban bagi masyarakat untuk membayar pajak terkadang tidak berbanding lurus dengan tingkat kesadaran wajib pajak dalam mematuhi ketentuan tersebut. Keterbatasan pemerintah melalui aparat penagih pajaknya juga mengakibatkan munculnya masalah persengketaan di bidang perpajakan. Masalah sengketa pajak ini dari masa ke masa ditanggapi oleh pemerintah yang berkuasa dengan jalan lembaga penyelesaian sengketa pajak. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, di negara ini telah ada badan penyelesaian sengketa pajak yang dibentuk dengan Ordonansi 1915 (Staatsblad Nomor 707) dengan nama Raad van het Beroep voor Belastingzaken (Badan Banding Administrasi Pajak), yang kemudian diganti dengan Ordonansi 27 Januari 1927, Staatsblad 1927 Nomor 29 tentang Peraturan Pertimbangan Urusan Pajak (Regeling van het Beroep in Belastingzaken). Selanjutnya, lembaga tersebut oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 diubah menjadi Majelis Pertimbangan Pajak yang tugasnya memberi keputusan atas surat pemeriksaan banding tentang pajak-pajak negara dan pajak-pajak daerah.7 Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1983, MPP diberlakukan sebagai badan peradilan pajak yang sah dan tidak bertentangan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 14 Tahun 1970. UU Nomor 6 Tahun 1983 mengatur hal ini dalam Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut. “Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.”8 Selanjutnya, ayat (2) pasal yang sama menyebutkan sebagai berikut. “Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk, permohonan banding diajukan kepada Majelis Pertimbangan Pajak, yang putusannya bukan merupakan keputusan Tata Usaha

Seiring berkembangnya aturan mengenai pajak dan semakin meningkatnya potensi sengketa pajak, MPP dianggap sudah tidak memadai dalam melakukan penyelesaian sengketa pajak. Oleh sebab itu, pemerintah merasa perlu membentuk lembaga peradilan di bidang perpajakan yang lebih komprehensif dan dibentuk melalui undang-undang. Tujuannya adalah menjamin hak dan kewajiban pembayar pajak sesuai dengan undang-undang bidang perpajakan serta memberikan putusan hukum atas sengketa pajak. Putusan lembaga peradilan pajak dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan undang-undang perpajakan sehingga ketentuan ketentuan di dalamnya dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak. Maka, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 dibentuklah Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) yang arah dan tujuan pembentukannya adalah
sebagai berikut.
a. BPSP bertugas memeriksa dan memutus sengketa pajak berupa:
1. banding terhadap pelaksanaan keputusan pejabat yang berwenang;
2. gugatan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan di bidang            penagihan.
b. Putusan BPSP bersifat final dan mempunyai kekuasaan eksekutorial dan berkedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
c. Pengajuan banding atau gugatan ke BPSP merupakan upaya hukum terakhir bagi pembayar pajak dan putusannya tidak dapat digugat ke peradilan umum atau Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam undang-undang tersebut juga ditentukan bahwa untuk mendapatkan keadilan pengenaan pajak, wajib pajak dapat menempuh jalur-jalur sebagai berikut.
a. Jalur keberatan pajak dan banding ke BPSP.
b. Jalur melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
c. Jalur melalui peradilan umum. Ditentukan pula keberadaan BPSP sebagai badan peradilan pajak hanya untuk menyelesaikan sengketa administratif, yaitu dari segi perhitungan dan akuntansi, bukan mengenai pidana pajak.  Walaupun tidak bertentangan dengan UU Nomor 14 Tahun 1970, BPSP pada kenyataannya belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengadilan pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman yang berlaku di Indonesia sekaligus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak. Atas berbagai pertimbangan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Nomor 14 Tahun 2002). Definisi pengadilan pajak dijelaskan dalam Pasal 2, yaitu “Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan  kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak
BAB III

KETENTUAN, KOMPETENSI, DAN PELAKSANAAN PENGADILAN PAJAK
3.1 Dasar Hukum Pengadilan Pajak
Sebagaimana diuraikan pada bab terdahulu, Pengadilan Pajak dibentuk melalui UU Nomor 14 Tahun 2002. Lembaga ini memiliki kewenangan untuk memutus perkara mengenai sengketa pajak. Pasal 1 butir 5 undang-undang ini menyebutkan pengertian sengketa pajak seperti di bawah ini. “Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak dengan Pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang- Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.”13 Pengadilan pajak merupakan pengadilan tingkat pertama sekaligus terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak. Kewenangan pengadilan pajak tertera dalam Bab III tentang Kekuasaan Pengadilan Pajak. Pasal 31 menjelaskan sebagai berikut.
(1) Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa
pajak.
(2) Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pengadilan pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.14 Selain yang tercantum dalam Pasal 31, Pengadilan Pajak juga mempunyai kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 32 yang berbunyi
sebagai berikut.
(1) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pengadilan Pajak
mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak.



Ketua  Pengadilan Pajak juga berwenang memanggil pihak
ketiga untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana
diatur dalam Pasal 33 ayat (2) yang bunyinya seperti di bawah ini. “Untuk keperluan pemeriksaan sengketa pajak, Pengadilan Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan sengketa pajak dari pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”16 Kekuasaan Pengadilan Pajak dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak meliputi semua jenis sengketa pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah, berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pada bagian Penjelasan UU Nomor 14 Tahun 2002, diuraikan bahwa Pengadilan Pajak yang diatur dalam ketentuan tersebut bersifat khusus menyangkut acara penyelenggaraan persidangan sengketa perpajakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kekhususan Pengadilan Pajak adalah sebagai berikut.
1. Sidang peradilan pajak pada prinsipnya dilaksanakan secara terbuka, namun dalam hal
tertentu dam khusus guna menjaga kepentingan pemohon banding atau tergugat, sidang dapat dinyatakan tertutup, sedangkan pembacaan Pengadilan Pajak dilaksanakan dalam sidang
yang terbuka untuk umum.
2. Penyelesaian sengketa perpajakan memerlukan tenaga-tenaga hakim khusus yang mempunyai
keahlian di bidang perpajakan dan berijazah Sarjana Hukum atau sarjana lain.
3. Sengketa yang diproses dalam Pengadilan Pajak khusus menyangkut sengketa perpajakan.
4. Putusan Pengadilan Pajak memuat penetapan besarnya terutang dari Wajib Pajak, berupa hitungan secara teknis perpajakan, sehingga Wajib Pajak langsung memperoleh kepastian hukum tentang besarnya pajak terutang yang dikenakan kepadanya. Sebagai akibat jenis
putusan Pengadilan Pajak, di samping jenisjenis putusan yang umum diterapkan pada peradilan umum, juga berupa mengabulkan sebagian, mengabulkan seluruhnya, atau menambah jumlah pajak yang masih harus dibayar.17
Dengan demikian, sebagai konsekuensi dari kekhususan tersebut di atas, UU Nomor 14 Tahun 2002 mengatur pula hukum acara tersendiri untuk menyelenggarakan Pengadilan Pajak. Perihal hukum acara ini diatur dalam Bab IV tentang Hukum Acara.
3.2 Pelaksanaan Pengadilan Pajak di Indonesia
Lahirnya UU Nomor 14 Tahun 2002 menimbulkan kesan adanya dualisme bahwa seolah-olah Pengadilan Pajak berada di luar kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 1970. Namun, hal tersebut dapat ditepis karena UU Nomor 14 Tahun 2002 secara jelas menyatakan bahwa Pengadilan Pajak merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di bidang pemeriksaan dan pemutusan sengketa di bidang perpajakan. Kasus sengketa pajak yang sampai pada tingkat kasasi menjadi kompetensi dari Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.18 Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa, “Dengan undangundang ini dibentuk Pengadilan Pajak yang
berkedudukan di ibukota Negara,” maka Pengadilan Pajak hanya ada di ibukota Jakarta. Sama halnya dengan Tax Court di Amerika Serikat, yang hanya berkedudukan di Washington D.C. sebagai ibukota negara tersebut. Hal ini berlaku pula di lembaga peradilan pajak di negara-negara lainnya. Oleh karena karakteristiknya yang unik, maka sifat Pengadilan Pajak adalah tidak harus in persona (para pihak harus dihadirkan). Dalam Pengadilan Pajak yang diperiksa hanyalah dokumen, yaitu berupa laporan keuangan, rekening bank, data transaksi, mengenai omzet, dan sebagainya. Kedudukan Pengadilan Pajak yang hanya bertempat di Jakarta tidak menjadi penghalang bagi para wajib pajak dan fiskus yang berdomisili di luar Jakarta dan luar Pulau Jawa untuk dapat menyelesaikan sengketa pajak masing-masing. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 4 (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 yang berbunyi, “Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya dan apabila perlu dapat dilakukan di tempat lain.” 19 Sementara tempat
sidang yang dimaksud dalam pasal tersebut ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Pajak. Dengan demikian, sebagai contoh, bagi wajib pajak dan fiskus yang bersengketa di Makassar, Majelis Sidang Pengadilan Pajak dapat bersidang di kota tersebut. Pelaksanaan Pengadilan Pajak belum sepenuhnya berjalan lancar. Pada September 2004, seorang pengusaha mengajukan permohonan uji materiil atau judicial review atas UU Nomor 14 Tahun 2002 kepada Mahkamah Konstitusi. Pemohon merasa dirugikan oleh beberapa ketentuan yang terdapat dalam undang-undang tersebut dan beberapa pasal ia anggap bertentangan dengan UUD 1945.
.
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab-bab terdahulu, hal-hal yang dapat disimpulkan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Dasar hukum bidang perpajakan Indonesia yang utama adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 6 Tahun 1983) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000. Sedangkan dasar hukum pembentukan dan pelaksanaan Pengadilan Pajak adalah Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Nomor 14 Tahun 2002).
b. Sejak 1959, pemerintah telah memiliki badan peradilan pajak, yaitu Majelis Pertimbangan
Pajak (MPP) yang selanjutnya diganti dengan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) pada 1997. Akan tetapi, lembaga-lembaga tersebut belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu badan peradilan pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman yang berlaku di Indonesia sekaligus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka dibentuklah Pengadilan Pajak pada 2002.
c. Pelaksanaan Pengadilan Pajak sebagai sebuah badan peradilan sengketa pajak yang
independen belum sepenuhnya terwujud. Banyak pihak berpendapat, dasar hukum yang menjadi
landasan Pengadilan Pajak belum memenuhi rasa keadilan masyarakat, dalam hal ini para wajib pajak. Selain itu, beberapa pasal juga dikhawatirkan belum sesuai dengan amanat UUD 1945.
4.2 Saran
Pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus tidak bertentangan dengan UUD 1945 sehingga pada pelaksanaannya tidak memunculkan suatu masalah. Lembaga pembuat undang-undang harus memberikan tafsiran yang jelas atas undang-undang yang dibuatnya untuk menghindari terjadinya multitafsir oleh masyarakat dalam memahami beberapa pasal dalam undang-undang. Rekomendasi yang diberikan oleh para hakim konstitusi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengoreksi aturan-aturan yang telah ada mengenai perpajakan, khususnya Pengadilan Pajak. Dengan demikian, pembahasan RUU perpajakan yang baru dapat menghasilkan sebuah produk undang-undang yang berkualitas, mempunyai kepastian hukum, dan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.











DAFTAR PUSTAKA
Handoko, Rukiah. Pengantar Hukum Pajak: Seri Buku Ajar. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.
_______. Eksistensi dan Kompetensi Pengadilan Pajak.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia Bidang Kajian Hukum Pajak, 2003. Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, No. 9 Tahun 1994, LN No. 59 tahun 1994, TLN No. 3566. Indonesia, Undang-Undang tentang Pengadilan Pajak, No. 14 Tahun 2002. “'Korban' Pengadilan Pajak Ajukan Judicial Review ke MK.” <http://cms.sip.co.id/hukumonline/detail.asp?id=1007 3&cl=Berita>. 7 April 2004. MaPPI FHUI. “Lembaga Paksa Badan dalam Pengadilan Pajak.” <http://www.pemantauperadilan.com/detil/detil.php?id =205&tipe=kolom>. 15 Maret 2005. “Pengawasan terhadap Hakim-hakim Pengadilan Pajak Belum Berjalan.” <http://www.hukumonline.com/detail.asp?id =11117&cl= Berita>. 8 September 2004. “Undang-Undang Pengadilan Pajak Harus Direvisi.” <http:// www.kanwilpajakwpbesar.go.id/berita.php?cmd=detail&i d=20041215135500>. 14 Desember 2004.